Skip to content
Erwin Gutawa: 15 Tahun Berkarya Bersama Mirra image

Erwin Gutawa: 15 Tahun Berkarya Bersama Mirra

“Sepeninggal Ayah, Ibu yang kemudian sangat berperan dalam membentuk diri saya agar bisa mandiri.”

share

Tidak ada kata membosankan dalam berkarya jika sudah punya passion di sana. Karena banyak hal yang bisa diulik dan menjadi tantangan tersendiri saat menjalaninya. Mungkin orang tak menyangka bahwa garis hidup seorang Erwin Gutawa akan lebih banyak berkecimpung di dalam dunia musik meskipun bergelar Sarjana Arsitek. Bukannya merancang tata ruang, tapi malah merancang untaian nada dan irama.

Erwin Gutawa saat berkarya di ruang kerjanya. (Sumber: Istimewa)

Erwin Gutawa adalah salah satu musisi besar kebanggaan Indonesia. Lahir di Jakarta, 16 Mei 1962 dan dibesarkan di dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya seorang pegawai negeri yang berprofesi sebagai arsitek, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa.

Sewaktu kecil Erwin Gutawa mengamati apa yang dikerjakan oleh ayahnya ketika merancang sebuah desain bangunan, yang baru dipahaminya kemudian setelah beranjak dewasa. Ya, lebih daripada sekadar menggambar, namun pada bagaimana membuat suatu konsep dan manajemen ide beserta eksekusinya. Meskipun pengalaman dan kebersamaan dengan ayahnya sangat singkat, namun cukup memengaruhi Erwin Gutawa untuk mengikuti jejaknya dengan diwisuda sebagai Sarjana Arsitektur Universitas Indonesia pada tahun 1987, yang sayangnya tidak sempat disaksikan oleh sang Ayah. Beliau meninggal saat dirinya berumur 8 tahun.

“Sepeninggal Ayah, Ibu yang kemudian sangat berperan dalam membentuk diri saya agar bisa mandiri sejak kecil. Selalu mendukung dan mendoakan apa yang saya lakukan. Ibu adalah sosok yang kuat dan tabah dalam membesarkan sendiri ketujuh anaknya,” ujar peraih penghargaan sebagai The Best Arranger di Midnight Sun Song Festival, Finlandia, 1992 ini.

Pencapaian yang diraih Erwin Gutawa di dunia musik memang bukan hasil usaha yang tiba-tiba karena sejak kecil sudah dirintisnya dengan menyanyi dan bermain piano. Sewaktu bersekolah di SD Triguna Jakarta, dia main band dan begitu gembira saat bisa bergabung dengan paduan suara Bina Vokalia dan kelompok musik band anak-anak Bina Musika.


Erwin Gutawa ketika membintangi film Permata Bunda (1974). (Sumber: website Erwin Gutawa)

Menjadi juara ke-2 lomba menyanyi antar sekolah dasar se-Jakarta tahun 1972, sering mengisi acara menyanyi atau tampil di panggung bermain musik dan menjadi aktor cilik yang membintangi 4 film anak-anak: Sebatang Kara (1973), Jangan Kau Tangisi (1974), Permata Bunda (1974), dan Fajar Menyingsing (1975), makin melengkapi keseruan momen-momen dalam hidup Erwin Gutawa di masa kecilnya.

“Dari kecil saya sudah sering dapat honor untuk membiayai semua kebutuhan, baik untuk pendidikan maupun pribadi,” aku mantan Ketua OSIS SMP XIX Jakarta dan peraih Bassist Terbaik pada Kejuaraan Band antar-SMA tahun 1980 saat bersekolah di SMA VI Jakarta ini. Erwin Gutawa yang mengidolakan Komposer Amerika Serikat Quincy Jones ini mulai bekerja sebagai Music Director dan Music Producer untuk pembuatan album rekaman penyanyi pada tahun 1982.


Erwin Gutawa saat menjadi produser konser tunggal Chrisye (1994). (Sumber: website Erwin Gutawa)

Erwin Gutawa yang pernah menjadi Bassist Orkestra Telerama pada tahun 1981 ini membentuk Erwin Gutawa Orchestra pada tahun 1993 dan setahun kemudian menjadi produser konser tunggal yang pertama kalinya digelar di Jakarta Convention Centre (JCC) dengan mempersembahkan Konser Tunggal Penyanyi Chrisye bertajuk “Sendiri”.

Kesuksesan tak membuat penyuka warna biru ini berpuas diri. Erwin Gutawa pun terus mencari inspirasi, aktif bekerja sama dan melibatkan penyanyi serta pemusik lainnya, termasuk berkolaborasi dengan orkestra lain untuk memanjakan para penikmat musik yang merindukan komposisi musik dan lagu disajikan secara kolosal, megah, sekaligus menggetarkan jiwa. Salah satu momen yang paling berkesan adalah saat menjadi Konduktor bersama London Symphony Orchestra di Konser Penyanyi Malaysia Siti Nurhaliza pada tahun 2005.


Suasana penuh kebahagiaan terpancar di wajah Erwin, Lutfi, Gita, dan Rara Gutawa di foto kesayangan yang terpajang di meja kerja Erwin Gutawa. (Sumber: Istimewa)

Bagi Erwin Gutawa bila belum berkarya rasanya hidup belum utuh. Karena baginya, berkarya adalah sebuah kebutuhan yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk menuntaskan rasa keingintahuan, menjawab segala keresahan, dan menemukan setiap jawaban dari beragam pertanyaan.

“Buat generasi muda, inilah saatnya untuk berkarya yang sebanyak-banyaknya, yang orang lain bisa merasakan kebaikannya,” kata ayah Gita Gutawa dan Rara Gutawa dari buah hati pernikahannya dengan Lutfi Andriani pada tahun 1992, yang selalu mensyukuri dukungan keluarganya selama ini dalam berkarya maupun saat mengatasi tantangan dalam hidupnya.


Konser Di Atas Rata-Rata 2: Bikin Konser 2016. (Sumber: YouTube Erwin Gutawa Productions)

Sekarang ini Erwin bersama Gita Gutawa menggarap proyek “Di Atas Rata-Rata” dengan tujuan mencari dan menampilkan anak-anak Indonesia yang memiliki kecintaan dan bakat dalam bermain musik.

Erwin Gutawa saat duduk di kursi Mirra untuk terus berkarya. (Sumber: Istimewa)

Erwin Gutawa tak akan berhenti merangkai partitur, menghentakkan bilah piano, memadukan komposisi bunyi dan nada, merancang karya-karya terbaik dan out of the box selanjutnya sambil bersandar di kursi Herman Miller Mirra yang selama 15 tahun begitu nyaman dan setia menemani peraih 35 Award Anugerah Musik Indonesia ini dalam menggubah musik yang mampu mengubah dunia para penyanyi dan hati para pendengarnya.

(Seperti yang diceritakan oleh Erwin Gutawa | Produser, Penata Musik & Orkestrator)